2009/09/05

PENGARUH POLA ASUH ANAK TERHADAP PRESTASI SISWA


Latar Belakang Masalah

Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai mahluk sosial. Dalam keluarga umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan anak (Kartono, 1992).

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga. Orang tua dikatakan pendidik pertama karena dari merekalah anak mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya dan dikatakan pendidik utama karena pendidikan dari orang tua menjadi dasar perkembangan dan kehidupan anak di kemudian hari.

Orang tua adalah lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan seorang anak. Dimana hal ini akan menjadi dasar perkembangan anak berikutnya. Karenanya dibutuhkan pola asuh yang tepat agar anak tumbuh berkembang optimal. Citra diri senantiasa terkait dengan proses tumbuh kembang anak berdasarkan pola asuh dalam membesarkannya (Daryati R,2009).

Mendidik anak dengan baik dan benar berarti menumbuhkembangkan totalitas potensi anak secara wajar. Potensi jasmaniah anak diupayakan pertumbuhannya secara wajar melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmani, seperti pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan. Sedangkan potensi rohaniah anak diupayakan pengembangannya secara wajar melalui usaha pembinaan intelektual, perasaan dan budi pekerti.

Anak lahir dalam pemeliharaan orang tua dan dibesarkan dalam keluarga। Orang tua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara dan sebagai pendidik terhadap anak-anaknya. Setiap orang tua pasti menginginkan anak-anaknya menjadi manusia yang pandai, cerdas dan berakhlak. Akan tetapi banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara mereka mendidik membuat anak merasa tidak diperhatikan, dibatasi kebebasannya, bahkan ada yang merasa tidak disayang oleh orang tuanya. Perasaan-perasaan itulah yang banyak mempengaruhi sikap, perasaan, cara berpikir bahkan kecerdasan mereka.


Bentuk Pola Asuh

Mengenal Bentuk Pola Asuh Orangtua Karakteristik kepribadian setiap individu adalah unik dan berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah keluarga. Keluarga merupakan lingkungan sosial terkecil, namun memiliki peran yang sangat besar dalam mendidik dan membentuk kepribadian seseorang individu.

Struktur dalam keluarga dimulai dari ayah dan ibu, kemudian bertambah dengan adanya anggota lain yaitu anak. Dengan demikian, terjadi hubungan segitiga antara orangtua-anak, yang kemudian membentuk suatu hubungan yang berkesinambungan. Orangtua dan pola asuh memiliki peran yang besar dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang setelah dewasa kelak.

Orangtua memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak. Cara dan pola tersebut tentu akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya. Pola asuh orangtua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orangtua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan.

Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orangtua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orangtua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar akan diresapi kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya.

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Baumrind (Santrock, 1998) mengenai perkembangan sosial dan proses keluarga yang telah dilakukan sejak pertengahan abad ke 20, yang kemudian membagi kategori bentuk pola asuh berkaitan dengan perilaku remaja। Secara garis besar terdapat tiga pola yang berbeda diantaranya yakni authoritarian atau otoriter, permissive (permisif) dan authoritative atau demokratis। Berikut ini merupakan penjelasan dari ketiga bentuk pola asuh dan pengaruhnya terhadap anak.

Slide 1
POLA ASUH
PERILAKU ORANG TUA
PROFIL PERILAKU ANAK
OTORITER
Pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan, keras dan kaku di mana orang tua akan membuat berbagai aturan yang harus dipatuhi anak tanpa mau tahu perasaan anak.
Sikap acceptance rendah,namun kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando (mengharuskan/memerintah) anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi, bersikap kaku, cenderung emosional dan bersikap menolak
Mudah tersinggung, penakut, pemurung, tidak bahagia, mudah terpengaruh, mudah stress, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas, tidak bersahabat.
PERMISIF
Pola mengasuh anak yang serba diperbolehkan / cuek terhadap anak
Sikap acceptance tinggi namun kontrolnya rendah, memberikan kebebasan terhadap anak untuk menyatakan keinginannya
Bersikap impulsif dan agresif, suka memberontak, kurang percaya diri dan pengendalian diri, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya, rendah prestasinya
OTORITATIF
Pola asuh orang tua pada anak yang memberi kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor batasan & pengawasan yang baik dari orangtua
Sikap acceptance dan kontrolnya tinggi, bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan, memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan buruk
Bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya diri, mampu mengendalikan diri, bersikap sopan, mau bekerja sama, memiliki rasa ingin tahunya yang tinggi, mempunyai arah hidup yang jelas, berorientasi trehadap prestasi.
Slide 4Slide 4

Slide 4Slide 1
Slide 1Menurut Nashori (2008), sejauh ini di Indonesia khususnya, belum banyak penelitian tentang profil orangtua yang sukses dalam mendidik anak. Beberapa penelitian korelasional telah dilakukan untuk mengungkapkan pola asuh sebagai variabel bebas (Dayakisni, 1977; Krisnawaty, 1986; Winarto, 1990; Wismantono, 1995; Wulan, 2000; Setiawan, 1997; Roswita, 2000; Dalimunthe, 2000; Cahyaningrum, 2000; Hapsari, 2000; Mustaqim, 2000; Kurnia, 2000; Endahwati, 2001; Saptasari, 2001; Wibowo, 2002; Furqon, 2002; Mayaningrum, 2002). Dari penelitian-penelitian itu diketahui bahwa pola asuh demokratis/autoritatif menjadikan anak memiliki intensi prososial (1977), kompetensi sosial (Dalimunthe, 2000), prestasi belajar (Roswita, 2000; Mustaqim, 2000; Furqon, 2002), sikap asertif (2001), penyesuaian diri (Mayaningrum, 2002), ketaatan pada peraturan lalu lintas (wismantono, 1995), kepribadian wirasawasta (Winarto, 1990), yang lebih tinggi dibanding anak-anak yang memperoleh pola asuh otoriter maupun permisif dari orangtua. Di samping itu, penelitian juga menunjukkan bahwa bola asuh demokratis menjadikan anak memiliki prokrastinasi (Wulan, 2000) dan depresi (Saptasari, 2001) yang lebih rendah dibanding anak yang diasuh dengan pola asuh otoriter dan permisif.

Sebuah penelitian lain yang dilakukan oleh Bloom (Psikologika, 1999) menunjukkan bahwa bintang-bintang olahraga, seni, matematika, musik, yang sukses dididik oleh orangtuanya dengan penuh perhatian, dan untuk selanjutnya didampingi oleh pelatih-pelatih yang profesional. Sebagai contoh, bintang cilik yang sedang meroket namanya Sherina awalnya dilatih oleh orangtuanya untuk bernyanyi. Untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas cara bernyanyinya ia dididik oleh seorang profesional yang bernama Elfa Secioria (Kedaulatan Rakyat, 12 Oktober 2001).

Prestasi Siswa

Poerwanto (1986:28) memberikan pengertian prestasi belajar yaitu “hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport.” Selanjutnya Winkel (1996:162) mengatakan bahwa “prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.” Sedangkan menurut S Nasution (1996) prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni kognitif, afektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat dijelaskan bahwa prestasi belajar merupakan tingkat kemampuan siswa yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi belajar adalah dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.

Pengaruh Pola Asuh terhadap Prestasi Siswa

Dari 10 responden yaitu siswa dengan ranking 5 besar di sekolah usia antara 14 sampai dengan 17 tahun , yang kami beri questionnaire maka diperoleh kesimpulan bahwa 100 % mereka memahami peranan orang tua ideal dan 90 % menyatakan bahwa orang tua mereka merupakan sosok orang tua yang ideal buat mereka karena bagi mereka orang tua adalah yang memberikan kasih sayang, mendidik, mengarahkan dan membimbing mereka menjadi anak yang lebih baik dan bermanfaat.

Penanaman sikap disiplin, menerima apa adanya, memberikan motivasi berprestasi serta aspek spiritual kepada anak diakui merupakan dasar pembentukan karakter anak berprestasi. Aspek psikis dan spiritual pada anak yang dihasilkan oleh orang tua dengan pola asuh otoritatif sangat menunjang secara signifikan prestasi anak. Responden menyatakan 100 % orang tua mereka menanamkan sikap – sikap seperti tersebut diatas dan mereka juga memahami alasan sikap orang tua menanamkan perilaku tersebut kepada mereka.

Kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan di luar sekolah yang mereka ikuti dan mendapatkan prestasi selain kegiatan akademik mereka, dari 10 responden menyatakan 50 % mereka mengikuti dan berprestasi dan 50 % mereka tidak mengikuti dengan alasan di sekolah tidak terdapat ekstrakurikuler. Penghargaan terhadap prestasi anak juga dilakukan oleh orang tua dengan pola asuh otoritatif walaupun hanya dengan ucapan selamat atas prestasi yang mereka peroleh. Sikap orang tua tersebut akan memberikan efek psikologis bahwa mereka merasa dihargai eksistensinya dan menjadikan mereka lebih termotivasi untuk berprestasi lebih baik lagi.

Ketika anak mempunyai masalah dengan sekolah, hubungan dengan seseorang dan lingkungannya, responden menyatakan 40 % mereka lebih suka/nyaman membicarakannya dengan orang tua karena orang tua lebih bisa menyimpan rahasia pribadi dan memberikan solusi, nasehat untuk membantu menyelesaikan masalah. Sedangkan 60 % mereka lebih suka curhat dengan temannya dengan alasan karena teman atau sahabat mereka menjadi tempat berbagi cerita dan menjadi kepercayaan mereka.

Orang tua dengan pola asuh otoritatif bersikap responsif terhadap kebutuhan anak dan mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan. Dari 10 responden 100 % mereka menyatakan bahwa orang tua mereka mau mendengarkan pendapat, solusi dan berdiskusi terhadap suatu hal atau masalah. Sikap orang tua tersebut akan memberikan efek rasa percaya diri anak terhadap kemampuannya dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Dengan berdiskusi memberikan ruang bagi orang tua untuk memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan buruk bagi anak dan anak pun memahami sikap dan alasan orang tua terhadap mereka. Sehingga hal ini akan memberikan kepercayaan anak terhadap orang tua bahwa mereka mendukung sepenuhnya aktivitas mereka dan harapan akan menjadi orang yang berhasil dan bermanfaat.


KESIMPULAN

Kesimpulan dari pembahasan di atas adalah pola asuh otoritatif yang dilakukan di rumah dan di sekolah merupakan lahan subur bagi munculnya individu berprestasi.

Orangtua dari anak-anak yang berprestasi memiliki pandangan bahwa ada beberapa prinsip yang perlu dimiliki anak untuk mengantarkan anak menjadi individu yang berprestasi, yaitu (a) perilaku keagamaan dan moral etik, (b) kedisiplinan (d) prestasi dan motif berprestasi, serta (d) keprihatinan, kesabaran, dan menunda kenikmatan.

Orang tua dari anak-anak yang berprestasi melakukan hal-hal berikut ini, yaitu (a) menemani atau mendampingi anak saat belajar, (b) memberi pengarahan, peringatan, dan melakukan kontrol atas aktivitas anak, (c) memberi dukungan kepada anak, (d) memberi penghargaan terhadap anak (e) menjadi teladan bagi anak-anak.

Hal-hal yang dapat dilakukan orang tua dalam mengasuh anak :

  1. Harus disertai kasih sayang
  2. Tanamkan disiplin yang membangun
  3. Luangkan waktu kebersamaan dengan keluarga
  4. Ajarkan salah benar
  5. Kembangkan sikap saling menghargai
  6. Perhatikan dan dengarkan pendapat anak
  7. Membantu mengatasi masalah
  8. Melatih anak mengenal diri sendiri dan lingkungnan
  9. Mengembangkan kemandirian
  10. Memahami keterbatasan pada anak
  11. Menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari।


DAFTAR PUSTAKA

Daryati R, 2009, Membentuk citra diri yang baik melalui Pola Asuh dalam

Membesarkan anak

Dewi, Ismira, 2008, Mengenal Bentuk Pola Asuh Orang Tua

Kartono Kartini, 1992, Peran Keluarga Memandu Anak, Jakarta

Liza, Dr, 2005, Pola Asuh Orang Tua Anak Menurut Psikologi dan Ajaran Rasulullah

Nashori, Fuad, 2008, Studi Tentang Profil Pengasuhan Orang tua Anak-anak Berprestasi

di Yogyakarta, Yogyakarta

www.box.net , 2009, Pengertian Prestasi Belajar

www.organisasi.0rg, 2008, Jenis/Macam Tipe Pola Asuh Orang tua pada Anak & Cara

Mendidik / Mengasuh Anak yang Baik

2009/03/10

PENGARUH VARIABEL KINERJA PERUSAHAAN TERHADAP KEUNGGULAN BERSAING BERKELANJUTAN

Persaingan bisnis global berada ditengah krisis bisnis mau tidak mau membuat perusahaan harus terus meningkatkan kemampuan bersaingnya ( Competitive Advantage ). Kemampuan itu adalah kesanggupan untuk bisnis dalam upaya memenangkan pangsa pasar atau minimal mempertahankan pangsa yang sudah dimilikinya. Dari sudut pandang pasar global kemampuan ini adalah merupakan daya tarik suatu produk atau jasa yang membuat pelanggan global memilih produk atau jasanya diantara banyak pilihan yang tersedia.
Persaingan adalah ibaratnya perang. Para direktur dan manajer dalam era globalisasi memasuki suatu era persaingan total. Mereka memasuki suatu era dimana memenangkan persaingannya akan semakin sulit. Mereka ditantang dan diuji secara jelas kemampuannya untuk merumuskan strategi bersaing dan memperoleh rumusan kapabilitas bersaing nyata dan berlangsung lama. Persaingan demikian itu terjadi disemua industri baik manufaktur maupun jasa.
Porter (1993) mendefinisikan keunggulan bersaing sebagai strategi benefit dari perusahaan yang melakukan kerjasama untuk berkompetisi lebih efektif dalam market place. Strategi harus didisain untuk mewujudkan keunggulan bersaing yang terus menerus (sustainable), sehingga perusahaan dapat mendominasi pasar lama maupun pasar baru. Hal terpenting dalam mencapai kesuksesan strategi yang diterapkan adalah dengan mengidentifikasi asset perusahaan yang sesungguhnya, dalam hal ini adalah tangible dan intangible resources yang membuat organisasi itu unik.
Alfred A Marcus (2005) menyatakan bahwa keunggulan bersaing berkelanjutan adalah tujuan dari strategi manajemen atau kinerja diatas rata-rata industri untuk 10 tahun atau lebih. Beberapa perusahaan mempunyai kinerja lebih baik daripada pesaing mereka untuk jangka waktu yang pendek, tetapi sedikit yang unggul bersaing secara terus menerus dalam periode yang signifikan.
Swierz dan Spencer (1992) memberikan pengertian bahwa keunggulan bersaing adalah suatu posisi unik yang dikembangkan suatu organisasi sebagai upaya untuk mengalahkan pesaing.
Day & Wensley (1988) menyatakan ada dua pijakan dalam mencapai keunggulan bersaing yaitu keunggulan sumber daya dan keunggulan posisi. Dalam penelitiannya tersebut dibuktikan bahwa keunggulan bersaing perusahaan dipengaruhi oleh kinerja perusahaan.
Kinerja perusahaan merupakan ukuran keberhasilan dari suatu perusahaan yang diukur setiap jangka waktu yang telah ditentukan. Hasil ini dapat dikatkan sebagai nilai dari setiap aktivitas yang telah disusun dan dilaksanakan untuk dapat mengidentifikasikan apakah strategi yang dibuat dan pelaksanaannya adalah tepat atau malah sebaliknya. Pelham & Wilson (1996), mendefinisikan kinerja perusahaan sebagai sukses produk baru dan pengembangan pasar dimana kinerja perusahaan dapat diukur melalui pertumbuhan penjualan dan porsi pasar.
Integrasi strategi merupakan strategi perusahaan untuk mengelola faktor-faktor hubungan yang berkelanjutan untuk mencapai hasil yang diinginkan (Johnson, 1999) dalam Anton Abdurrahman ( 2005). Borys dan Jemison (1989) dalam Anton Abdurrahman (2005) menambahkan bahwa penerapan strategi integrasi antar perusahaan mampu meningkatkan hubungan yang berkelanjutan untuk mencapai keunggulan bersaing. Muara akhir dari hubungan yang berkelanjutan adalah meningkatnya kinerja perusahaan. Semua manfaat penerapan strategi integrasi antar perusahaan adalah meningkatnya kinerja perusahaan (Johnson, 1999, dalam Anton Abdurrahman,2003)
Meskipun hanya sedikit perusahaan yang benar-benar market driven, para manajer mulai melihat orientasi pasar sebagai faktor yang sangat penting dalam usaha mengamankan dan memelihara market leadership. Sehingga mendorong perusahaan-perusahaan untuk lebih memperkuat basis strateginya dengan konsep-konsep seperti customer focused atau market oriented culture untuk tetap dapat mengakses pasarnya secara menguntungkan untuk menjamin pertumbuhan berkelanjutan, berdasarkan penelitian Ferdinand (2000) dalam Samtim Eko Putranto (2003). Dalam penelitian Jaworski & Kohli (1993) serta Slater & Narver (1994) menyimpulkan bahwa orientasi pasar merupakan faktor penentu kinerja perusahaan tanpa memandang kondisi lingkungan lingkungan eksternal dimana perusahaan itu beroperasi.
Gagasan kunci dari seluruh manajemen strategis adalah mengkoordinasi semua sumber daya perusahaan termasuk SDM dan setiap komponen yang berkontribusi melaksanakan strategi. Jika semua serba terintegrasi tak akan ada yang kontra produksi dan setiap individu bekerja sama sesuai arah yang jelas secara sinergis ( Sjafri Mangkuprawira,2003,p.20)
Upaya pencapaian keunggulan bersaing bagi perusahaan harus mendapat dukungan semua fungsi yang ada, termasuk di dalamnya Manajemen Sumber Daya Manusia ( Nursya'bani Purnama, 2000 ).

2009/03/05

ETIKA BISNIS, ESENSI KEUNGGULAN BERSAING

ABSTRAKSI:
Berbicara soal etika bisnis, kita masuk pada pembicaraan yang sifatnya abstrak. Ada dua hal yang perlu kita mengerti sebelumnya, pertama kata ETIKA, dan kedua BISNIS. Etika, merupakan seperangkat kesepakatan umum untuk mengatur hubungan antar orang per orang atau orang per orang dengan masyarakat, atau masyarakat dengan masyarakat yang lain. Pengaturan tingkah laku ini perlu agar terjadi hubungan yang tidak saling merugikan. Berbagai kenyataan sosial mengenai berbagai skandal publik dan korporasi yang melanda dunia menciptakan gap kepercayaan (credibility gap) dalam pemerintahan dan dunia bisnis.
Relevansi etika bisnis mempunyai alasan yang mendasar antara lain : semakin menguatnya kekuasaan bisnis, baik pada tingkat nasional maupun internasional, meningkatnya tekanan sosial relative terhadap beberapa kegiatan bisnis tertentu, semakin pentingnya kekuasaan manajerial sebagai bagian dari kehidupan korporasi, kenyataan bahwa berbagai kelompok mempertaruhkan kepentingan yang berbeda dalam kegiatan perusahaan, kebutuhan akan self regulation, munculnya pertanyaan dari masyarakat terhadap bentuk atau jenis pendidikan bisnis yang harus disediakan oleh perguruan tinggi dan lain sebagainya.
Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
Kata kunci : etika bisnis , self regulation, moral